Sabtu, 27 November 2010

Tahan Gempa Harus Daktail



BANDUNG, - Berdasarkan konsep desain bangunan tahan gempa yang berlaku saat ini, struktur bangunan tahan gempa harus terbuat dari sistem struktur yang perilakunya daktail.

Bila material bangunan yang digunakan bersifat getas, maka struktur bangunan akan rawan runtuh saat terkena gempa kuat. Keruntuhan struktur bangunan beton bertulang yang material konstruksinya tidak daktail, banyak diamati di berbagai gempa di Indonesia.

"Hal ini hanya bisa dicapai bila material bangunan yang digunakan memiliki kapasitas deformasi yang sangat memadai, khususnya dalam rentang perilaku inelastik," demikian disampaikan Prof Iswandi Imran dalam pidato ilmiahnya berjudul "Confinement Sebagai Pensinergi Material Beton dan Baja Tulangan pada Struktur Bangunan Tahan Gempa" di depan majelis guru besar di kampus ITB Bandung, akhir pekan lalu.
"Bila material bangunan yang digunakan bersifat getas, maka struktur bangunan akan rawan runtuh saat terkena gempa kuat. Keruntuhan struktur bangunan beton bertulang yang material konstruksinya tidak daktail, banyak diamati di berbagai kejadian gempa yang sering terjadi akhir-akhir ini di Indonesia," kata Iswandi Imran, yang lulus S1 Teknik Sipil ITB tahun 1987.
Menurut Iswandi, material beton yang dikekang dengan baik pada dasarnya akan bersifat daktail atau memiliki kemampuan berdeformasi yang tinggi, khususnya di rentang pascaelastis. Material seperti ini cocok digunakan pada struktur bangunan di wilayah rawan gempa seperti di Indonesia
Penelitian perilaku beton yang terkekang pada umumnya dilakukan melalui pemodelan kekangan pasif. Iswandi memilih pemodelan kekangan aktif untuk memahami perilaku beton yang terkekang.
"Pemodelan kekangan aktif pada dasarnya memang lebih sulit dilaksanakan di laboratorium dibandingkan pemodelan kekangan pasif. Namun, pemodelan kekangan aktif lebih berhasil dalam menstimulasikan perilaku elemen struktur beton yang dikekang secara pasif," jelasnya.
Menurut penerapan konsep kekangan yang tepat, kata Iswandi, struktur beton bertulang yang dihasilkan, akan memberikan kinerja yang baik terhadap beban gempa.
Bila struktur bangunan bisa bertahan dengan baik terhadap gempa rencana dan kuat, maka kata Iswandi, rekonstruksi pascagempa kemungkinan tidak diperlukan, sehingga penghematan terhadap penggunaan sumber daya alam yang berlebihan dapat dicapai.
"Salah satu pesan yang hendak disampaikan melalui paparan dalam naskah ini adalah perancangan pelaksanaan dan penggunan konstruksi beton yang tepat, yang dapat menghasilkan struktur bangunan berumur panjang, efisien dalam penggunaan sumber daya alam dan mampu menahan berbagai beban yang bekerja padanya, termasuk beban gempa," paparnya.
"Ini hal yang wajib dilakukan oleh soerang ahli teknik sipil dan rekayasa struktur. Hal ini bila berhasil direalisasikan, akan merupakans alah satu bentuk penghormatan seorang ahli teknik sipil, khususnya ahli rekaysa struktur, kepada alam," tandas Iswandi Imran.
Iswandi Imran lahir di Medan, 6 Desember 1963, mengenyam pendidikan dasar dan menengah di Palembang. Ia lulusan SMA Xaverius I Palembang angkatan 1982, setelah itu Iswandi melanjutkan pendidikan tinggi di Fakultas Teknik Sipil ITB Bandung dan lulus tahun 1987.
Iswandi melanjutkan pendidikan S2 (Master of Apllied Science di bidang Rekayasa Struktur dan Material, 1990) di University of Toronto, Kanada dan meraih gelar Doctor of Philosophy di bidang Rekayasa Struktur dan Material (S3) pada tahun 1994 di universitas yang sama. Gelar profesor diraihnya dari almamaternya, ITB, dalam sidang majelis guru besar yang digelar Sabtu (27/11/10) lalu. (KSP)

KOMPAS.com